TUJUAN DAN PENGARUH IBADAH BAGI
SESEORANG
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum
Peribadatan Islam
Dosen
Pengampu:
H.
Abd Rouf, M.Pd.I
Disusun
Oleh :
Saidatul Aliyah C93214097
PROGRAM
STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
HUKUM
PIDANA ISLAM (HPI) C
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Allah
menciptakan makhluk hidup dengan tujuan satu yaitu beribadah kepada-Nya.
Makhluk hidup itu termasuk juga manusia. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah
SWT paling sempurna diantar makhluk-makhluk yang lain. Oleh karena itu kita
sebagai manusia, maka harus bersyukur kepada Allah yang telah menciptakan
dengan sesempurna ini. Pertanyaan yang sering dijumpai adalah “bagaimana cara
kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita?”.
Hal yang simple untuk dijawab, yaitu dengan beribadah setaat mungkin kepada
Allah.
Sesungguhnya banyak manusia yang
tidak mengerti hakikat dan tujuan ibadah itu sendiri. Selain itu banyak dari
meraka yang menyepelehkan tentang ibadah dan akibatnya. Padahal dalam nyatanya,
ibadah sangatlah penting bagi dirinya sendiri. Dan tidak ada yang dapat
mengambil hasil baiknya kecuali dirinya sendiri. Tetapi meski seperti itu,
tetap saja banyak yang masih dengan santainya meninggalkan ibadah.
Ketidak pengertian seseorang dalam
ibadah itulah yang menjadi alasan mereka banyak yang tidak menjalankan ibadah.
Didalam makalah inilah akan diungkap secara gamblah tentang hakikat, tujuan,
dan pengaruh ibadah bagi seseorang. Sehingga siapapun yang membaca makalah ini
dapat mengerti arti ibadah yang sesungguhnya dan akan melaksanakannya.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa hakikat dari
ibadah?
2.
Apa tujuan dari
ibadah seseorang?
3.
Apa pengaruh
ibadah bagi seseorang?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
hakika ibadah
2.
Untuk mengetahui
tujuan ibadah seseorang
3.
Untuk mengetahui
pengaruh ibadah bagi seseorang
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Hakikat Ibadah
Dalam Mukhtarus-Shihhah,
disebutkan bahwa ibadah berasal dari kata al-‘ubuudiyah yang berarti
tunduk atau merendah. Sedangkan al-ibaadah artinya taat atau patuh.
Dengan pendapat yang berbeda, dalam ungkapan Fadkhulii fii ‘ibadii, kata
‘ibadii disini mempunyai arti golongan. Dan kata tersebut ditujukan
kepada arti baru yaitu penghambaan atau pengabdian. Yang dimaksudkan adalah
menghambakan atau mengabdikan diri kepada Allah SWT.[1]
Pernyataan diatas sejalan dengan apa
yang telah ada didalam Al-Qur’an yang terdapat dalam
Q.S. Ad-Dzariat: 56 yang berbunyi :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya
: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Al-Ustadz Abul A’la Al-Maududi
berpendapat, dlaam mengulas kata ‘abada dari segi pemakaian bahasa
dengan pengertian ‘ibadah yang asasi adalah rasa tunduk seseorang kepada
orang lain karena kebesaran dan kegagahannya, kemudian ia membatasi kemerdekaan
dan kebebasan dirinya, serta patuh secara mutlak kepadanya. Dan inilah hakikat
ibadah yang sesungguhnya yaitu patuh kepada tuannya dan mengikuti segala
perintahnya, jadi harus diiringi dengan pengertian tunduk.
Menurut hukum Islam, ibadah dibagi dalam
dua bentuk.[2]
Bentuk pertama adalah ibadah dalam pengertian yang luas. Sikap dan tindakan
manusia ditujukan tunduk kepada Allah. Boleh jadi manusia berhubungan dengan
sesama manusia, namun tetap dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah SWT.[3]Seseorang
yang bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang halah dapat dikatakan beribadah
kepada Allah dalam pengertian luas.
Sedangkan ibadah dalam arti sempit yaitu
dalam hukum Islam menunjuk kepada sebuah ritual sebagai ibadah. Dan perbuatan
ini murni ditujukan hanya untuk Allah SWT. Dan jika ada yang tidak bertujuan
karena Allah semata, maka akan merusak sebuah nilai ibadah dan akan dapat
menjurumuskan manusia kepada hal kemusyrikan.
Namun disini tidak hanya sekedar dengan
kata mengikuti segala yang diperintahkan dan menyerah diri saja. Tetapi harus
juga mempercayai atas keagungan dan mengakui kebesaran kekuasaannya, dan
hatinya penuh dengan rasa syukur atas karunia dan nikmat yang telah
diterimanya. Maka dalam hal seperti itulah dapat dikatakan bahwa telah mencapai
tingkat pemujaan dan pengabdian yang sebenarnya. Dan adapun ayat dalam
Al-Qur’an yang menjamin manusia jika menyerahkan dirinya dengan ikhlas kepada
Allah yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah : 112 yang berbunyi :
4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u wur ì$öqyz öNÎgøn=tæ wur öNèd tbqçRtøts ÇÊÊËÈ
Artinya
: (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Jadi dari beberapa pendapat yang ada,
dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah mengikuti perintah sepenuhnya, tunduk
dengan sempurna, dan patuh secara mutlak. Dan perlu diketahui bahwa ibadah
bukan hanya dalam bentuk shalat lima waktu. Karena tidak sedikit yang
beranggapan bahwa ibadah adalah hanya dalam bentuk shalat lima waktu. Namun
ibadah juga meliputi tentang thaharah, shalat, zakat, puasa, dan haji.
2.2.
Tujuan Ibadah Seseorang
Pertanyaan yang sering didengar yaitu
“untuk apa sih ibadah itu?”. inilah tujuan ibadah sebenarnya, yaitu :[4]
1.
Menjadi kekasih
Allah SWT
Jika membahas tentang kekasih, maka
dimana seseorang mengutamakan seseorang lain untuk menjadi segalanya dan akan
selal diingat dalam keadaan apapun, dimanapun, dan kapanpun. Sebagaimana ketika
kita ingin menjadi kekasih Allah maka terlebih dahulu harus mengingat-Nya baru
kemudian Allah akan menjadikan kita sebagai kekasihnya. Dan adapun firman Allah
yang menerangkan pada Q.S. Thaha : 14 dan 183 yang berbunyi :
ûÓÍ_¯RÎ) $tRr& ª!$# Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# üÌò2Ï%Î! ÇÊÍÈ
Artinya
: Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku,
Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
2.
Santapan rohani
Sesungguhnya hati manusia selalu
merasakan butuh dan tergantung pada Allah SWT. Dan hal ini memang benar adanya,
di dunia ini tidak ada yang mampu mengisi kekosongannya melainkan hbungan baik
dengan Allah yang menciptakan dan mengatur seluruh jagat raya ini.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa “hati itu
sendiri sebenarnya butuh kepada Allah dilihat dari dua jurusan : dari segi
ibadah dan segi permintaan pertolongan dan tawakkal. Maka hati tidak akan
menjadi beres, merasa senang, gembira, enak, baik, tenang, dan tenteram,
melainkan dengan beribadah kepada Tuhannya tempat bermuaranya.
Kalaupun sebuah kesenangan dapat dicapai
dari seorang makhluk, namun tidak bisa dipungkiri dan tidak akan merasa tenang
dan tentram. Karena dalam relung hati yang paling dalam hanyalah Allah tempat
kembali dan tempat bergantung. Dan perasaan inilah yang dinamakan dengan fitri.
3.
Pengabdian
kepada Allah adalah jalan menuju kebebasan
Mengabdi dengan seluruh hati adalah cara
untuk beribadah yang sangat sempurna. Dan yang dimaksudkan dengan jalan menuju
kebebasan ini bukan menjadi manusia yang bebas dalam berkehendak dan bertingkah
dimanapun berada. Namun yang dimaksud dengan kebebasan adalah bebasnya jia dan
raga seseorang dari perbudakan syaitan dan hawa nafsu yang mana dikuasai oleh
semuanya oleh syaitan.
Sehingga ketika jiwa dan raga terbebas
dari segala perbudakan syaitan, maka secara otomatis hati akan mencapai sebuah
ketenangan dan ketentraman.
4.
Menjernihkan dan
mendidik jiwa
Manusia dalam hidup di dunia ini hanya
untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan yang abadi yakni di akhirat. Dan
disinilah manusia dijadikan khalifah untuk bersiap-siap dan menjernihkan diri
untuk kehidupan yang lebih abadi. Sedangkan tidak ada sarana yang pas dalam
menjernihkan diri manusia dari segala hal selain ibadah dengan niat tulus
karena Allah SWT.
Sesungguhnya tujuan adanya agama di
dunia ini dengan segala kepercayaan dan peribdatannya adalah untuk mendidik
hati dan memperbaiki jiwa serta memperhalus budi. Ketika manusia telah
menlakukan semua perbaikan diri tersebut, maka akan dengan senantiasa menjaga
jiwa dan raganya dari perbuatan yang dilarang oleh agama. Dan manusia yang
seperti inilah yang akan menjadi insan yang mulia dimata Allah.
Dalam menjernihkan dan mendidik jiwa,
ada pula unsur didalamnya yang menjadi tujuan utama yaitu supaya menjadi
manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.
Al-Baqarah : 21 yang berbunyi :
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ
Artinya
: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa,
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa,
2.3.
Pengaruh Ibadah Terhadap Seseorang
Pengaruh dapat dikatakan sebagai hikmah
atau dampak dari apa yang telah dilakukan. Dan pengaruh ibadah bagi seseorang
adalah :
a)
Kebahagiaan dan
kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan di akhirat
b)
Kemudahan semua
urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi.
Yang artinya bahwa Allah akan meringankan dan memudahkan semua urusannya serta
memberikan bagunya jalan keluar atau solusi yang segera untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.[5]
Sebagaimana dalam firman Allah dala Q.S. At-Thalaq : 4
… 4 `tBur È,Gt ©!$# @yèøgs ¼ã&©! ô`ÏB ¾ÍnÍöDr& #Zô£ç ÇÍÈ
Artinya : …dan barang -siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.
c)
Penjagaan dan
taufik dari Allah
d) Kemanisan
dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman
Keteguhan iman dan ketegaran dalam
berpegang teguh dengan agama Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ibrahim
: 27 yang berbunyi : àMÎm6sVã ª!$# úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ÉAöqs)ø9$$Î/ ÏMÎ/$¨V9$# Îû Ío4quptø:$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# ( @ÅÒãur ª!$# úüÏJÎ=»©à9$# 4 ã@yèøÿtur ª!$# $tB âä!$t±t ÇËÐÈ
Artinya
: Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh
itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Menurut hukum Islam, ibadah dibagi dalam
dua bentuk. Bentuk pertama adalah ibadah dalam pengertian yang luas. Sikap dan
tindakan manusia ditujukan tunduk kepada Allah. Boleh jadi manusia berhubungan
dengan sesama manusia, namun tetap dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Sedangkan ibadah dalam arti sempit yaitu dalam hukum Islam menunjuk kepada
sebuah ritual sebagai ibadah. Dan perbuatan ini murni ditujukan hanya untuk
Allah SWT.
Tujuan ibadah bagi seseorang :
5.
Menjadi kekasih
Allah SWT
6.
Santapan rohani
7.
Pengabdian
kepada Allah adalah jalan menuju kebebasan
8.
Menjernihkan dan
mendidik jiwa
Pengaruh
ibadah terhadap seseorang :
e)
Kebahagiaan dan
kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan di akhirat
f)
Kemudahan semua
urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi.
g)
Penjagaan dan
taufik dari Allah
h)
Kemanisan dan
kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardlawi, Yusuf, Ibadah dalam
Islam, (Surabaya: PT.Bina Ilmu,2001)
UINSA, Tim Reviewer MKD 2014, Studi
Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press, 2014)
Tafsir Ibnu Katsir 4/489